Hello teman teman pada kesempatan kali ini saya akan berbagai mengenai info Larangan untuk kita mencaci atau mengkafirkan para sahabat nabi Muhammad Saw,
Seperti yang sudah kita ketahui sebelumnya telah ada suatu kaum atau beberapa kaum yang dengan bangga nya menyertakan kemusuhan dan mencaci kepada para sahabat nabi Saw
Yang paling terkenal akan permusuhannya kepada sahabat nabi adalah Kaum Syi'ah, mereka mengklaim diri mereka muslim tetapi tidak mengikuti jalur atau rute Nabi Saw yang senugguhnya
kaum Syi'ah menyatakan bahwa sepeninggal Rasulullah semuanya murtad, kecuali Ali dan keluarganya serta ketiga Sahabat asal Persia.
Ia bukan hanya menghina para sahabat nabi Saw, bahkan istri nabi dengan berbagai fitnah dan dalil dusta yang ia gunakan, maka ketika ia mengucapkan nama para sahabat contohnya Umar bin Khattab, mereka tambahkan laknat illah dibelakang namanya, yang mana artinya semoga Allah melaknatnya, ngerikan
Maka bodoh bagi anda masih aja berdebat dengan para kaum Syiah di Indonesia terutama diinternet, Taqiah adalah senjata mereka ketika berbicara, dalil palsu serta tafsir yang mereka buat buat sendiri, dan memputar balikkan fakta, serta menjadikan kitab rujukan Sunni sebagai ajang adu domba, itu yang mereka lakukan
Disini saya akan memberikan beberapa hadist dan fatwa dari berbagi imam dan ulama Ahli Sunnah yang termasyhur, bahkan disini kami akan memberikan beberapa kelebihan para sahabat melalui hadist Nabi Saw
Hadis Larangan Mencela sahabat
Dalam riwayat Muslim, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabada:
ا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
”Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku. Seandainya salah seorang dari kalian berinfaq emas seperti Gunung Uhud, tidak akan menyamai satu mud (infaq) salah seorang dari mereka dan tidak pula setengahnya.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Juga bersabda
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku (sahabat), kemudian generasi sesudahnya, dan sesudahnya lagi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalil Al-Qur'an untuk para sahabat
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَا لسّٰبِقُوْنَ الْاَ وَّلُوْنَ مِنَ الْمُهٰجِرِيْنَ وَا لْاَ نْصَا رِ وَا لَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِاِ حْسَا نٍ ۙ رَّضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ وَاَ عَدَّ لَهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ تَحْتَهَا الْاَ نْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۤ اَبَدًا ۗ ذٰلِكَ الْـفَوْزُ الْعَظِيْمُ
"Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung." (QS. At-Taubah 9: Ayat 100)
Fatwa Imam Sunni
Imam Malik bin Anas Rahimahullah
Imam Malik mengomentari ayat: Liyaghizhabihimul kuffar [adanya sahabat Nabi membuat orang-orang kafir marah]:
ومن هذه الآية انتزع الإمام مالك -رحمه الله، في رواية عنه-بتكفير الروافض الذين يبغضون الصحابة، قال: لأنهم يغيظونهم، ومن غاظ الصحابة فهو كافر لهذه الآية. ووافقه طائفة من العلماء على ذلك. والأحاديث في فضائل الصحابة والنهي عن التعرض لهم بمساءة كثيرة ، ويكفيهم ثناء الله عليهم، ورضاه عنهم.
Dari ayat ini, Imam Malik Rahimahullah –dalam sebuah riwayat darinya- memutuskan kafirnya kaum Rafidhah, orang-orang yang membenci para sahabat. Beliau berkata: “Karena mereka murka terhadap para sahabat, maka itu adalah kafir menurut ayat ini.” Segolongan ulama menyetujui pendapat ini. Dan telah banyak hadits tentang keutamaan para sahabat dan larangan mencela mereka dengan keburukan, cukuplah bagi mereka pujian dari Allah dan keridhaan-Nya bagi mereka. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 7/362)
Imam Hasan Al Bashri Rahimahullah
قيل للحسن – رضي الله عنه -: «يا أبا سعيد، إن هاهنا قوماً يشتمون أو يلعنون معاوية و ابن الزبير». فقال: «على أولئك الذين يلعنون، لعنة الله
Ditanyakan kepada Al Hasan Radhiallahu ‘Anhu: “Wahai Abu Sa’id, di sini ada kaum yang suka mencela dan melaknat Mu’awiyah dan Ibnuz Zubair.” Beliau menjawab: “Atas merekalah laknat Allah itu.” (Ibnu ‘Asakir, At Tarikh, 59/206)
Al Qadhi Abu Ya’la Rahimahullah
من قذف عائشة بما برأها الله منه كفر بلا خلاف. و قد حكى الإجماع على هذا غير واحد، و صرّح غير واحد من الأئمة بهذا الحكم
Barang siapa yang melemparkan tuduhan kepada ‘Aisyah dengan tuduhan yang Allah Ta’ala jauhi dia dengan tuduhan itu, maka dia kafir dan tanpa perbedaan pendapat. Telah diceritakan adanya ijma’ tentang hal ini, lebih dari satu ulama yang menyatakan itu. Tentang hukum ini lebih dari satu ulama pula yang mengeluarkan hukum seperti ini. (Syubhat Rafidhah Haula Ash Shahabah, Hal. 31)
Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah
Abu Bakar Al Marwadzi bertanya kepada Imam Ahmad bin Hambal:
أيما أفضل، معاوية أو عمر بن عبد العزيز؟». فقال: «معاوية أفضل! لسنا نقيس بأصحاب رسول الله – صلى الله عليه وسلم – أحداً. قال النبي – صلى الله عليه وسلم -: خير الناس قرني الذي بعثت فيهم
Mana yang lebih utama, Mu’awiyah atau Umar bin Abdul Aziz? Beliau menjawab: Mu’awiyah lebih utama! Kami tidak pernah menyetarakan seorang pun dengan para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: sebaik-baik manusia adalah pada zamanku yaitu di mana aku diutus pada mereka. (Abu Bakar Al Khalal, As Sunnah, 2/434)
Imam Al Auza’i Rahimahullah
من شتم أبا بكر الصديق – رضي الله عنه – فقد ارتد عن دينه و أباح دمه
Barang siapa yang mencela Abu Bakar As Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu, maka dia telah murtad dari agamanya dan halal darahnya [maksudnya boleh dihukum mati, pen]. (Syarh Al Ibanah, Hal. 161)
Hadits Kemuliaan para sahabat
1. Abu bakar Ash-Shiddiq
Dari Abdullah (bin Mas’ud) radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda,
كُنْتُ مُتَّخِذًا خَلِيلا مِنْ أُمَّتِي لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ
“Seandainya aku menjadikan salah seorang dari umat ini sebagai kekasih, niscaya aku akan menjadikan Abu Bakr (sebagai kekasih).” (Sahih, HR. Muslim no. 2383)
2. Umar bin Khattab
Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata,
وُضِعَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ عَلَى سَرِيرِهِ، فَتَكَنَّفَهُ النَّاسُ يَدْعُونَ وَيُثْنُونَ وَيُصَلُّونَ عَلَيْهِ قَبْلَ أَنْ يُرْفَعَ وَأَنَا فِيهِمْ، قَالَ :فَلَمْ يَرُعْنِي إِلَّا بِرَجُلٍ قَدْ أَخَذَ بِمَنْكِبِي مِنْ وَرَائِي، فَالْتَفَتُّ إِلَيْهِ، فَإِذَا هُوَ عَلِيٌّ فَتَرَحَّمَ عَلَى عُمَرَ، وَقَالَ :مَا خَلَّفْتَ أَحَدًا أَحَبَّ إِلَيَّ أَنْ أَلْقَى اللهَ بِمِثْلِ عَمَلِهِ مِنْكَ، وَايْمُ اللهِ إِنْ كُنْتُ لَأَظُنُّ أَنْ يَجْعَلَكَ اللهُ مَعَ صَاحِبَيْكَ، وَذَاكَ أَنِّي كُنْتُ أُكَثِّرُ أَسْمَعُ رَسُولَ اللهِ يَقُولُ :جِئْتُ أَنَا وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ، وَدَخَلْتُ أَنَا وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ، وَخَرَجْتُ أَنَا وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ؛ فَإِنْ كُنْتُ لَأَرْجُو أَوْ لَأَظُنُّ أَنْ يَجْعَلَكَ اللهُ مَعَهُمَا
““Umar radhiallahu ‘anhu diletakkan di atas pembaringannya (saat terbunuhnya beliau). Para sahabat berkumpul mengelilinginya, berdoa, memuji, dan melakukan shalat jenazah untuk beliau. Aku berada di antara mereka.” Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma melanjutkan, “Tidaklah mengejutkanku kecuali seseorang yang memegang pundakku dari belakang. Aku menoleh, ternyata orang tersebut adalah ‘Ali. Dia berdoa memohon rahmat untuk Umar. Ali berkata (kepada jenazah Umar), ‘Tidak ada seorang pun yang ingin aku gantikan untuk bertemu Allah ‘azza wa jalla dengan seperti amalannya, daripada engkau. Demi Allah, aku sungguh mengharap Allah ‘azza wa jalla menjadikanmu bersama kedua sahabatmu. Sesungguhnya, aku sering mendengar Rasulullah bersabda, (Aku datang bersama Abu Bakr dan Umar. Aku masuk bersama Abu Bakr dan Umar. Aku keluar bersama Abu Bakr dan Umar.) Aku berharap semoga Allah ‘azza wa jalla menjadikanmu bersama keduanya’.” (Sahih, HR. Muslim no. 2389)
3. Utsman bin Affan
أَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ مُضْطَجِعًا فِي بَيتِي كَاشِفًا عَنْ فَخِذَيْهِ أَوْ سَاقَيْهَ فَاسْتَأْذَنَ أبَوُ بَكْرٍ فَأَذِنَ لَهُ وَهُوَ عَلَى تِلكَ الْحَالِ فَتَحَدَّثَ، ثُمَّ اسْتَأْذَنَ عُمَرُ فَأَذِنَ لَهُ وَهُوَ كَذَلِكَ فَتَحَدَّثَ، ثُمَّ اسْتَأْذَنَ عُثْمَانُ فَجَلَسَ رَسُولُ اللهِ وَسَوَى ثِيَابَهَ – قَالَ مُحَمَّدٌ: وَلَا أَقُولُ ذَلِكَ فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ – فَدَخَلَ فَتَحَدَّثَ، فَلَمَّا خَرَجَ قَالَتْ عَائِشَةُ: دَخَلَ أَبُو بَكْرٍ فَلَمْ تَهْتَشَّ لَهُ وَلَمْ تُبَالِهِ، ثُمَّ دَخَلَ عُمَرُ فَلَمْ تَهْتَشَّ لَهُ وَلَمْ تُبَالِهِ، ثُمَّ دَخَلَ عُثْمَانُ فَجَلَسْتَ وَسَوَيْتَ ثِيَابَكَ. فَقَالَ: أَلَا أَسْتَحِي مِنْ رَجُلٍ تَسْتَحِي مِنْهُ الْمَلاَئِكَةُ؟
Sesungguhnya ‘Aisyah berkata, “Suatu saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berbaring miring di rumahku dalam keadaan tersingkap paha atau betisnya. Tiba-tiba Abu Bakr meminta izin (untuk sebuah keperluan) kepada beliau, Dia diizinkan, dalam keadaan beliau seperti itu. Abu Bakr lantas menceritakan (keperluannya). Lantas ‘Umar meminta izin kepada beliau. Dia diizinkan, dalam keadaan beliau seperti itu. ‘Umar pun menceritakan(keperluannya). Kemudian ‘Utsman meminta izin kepada beliau. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun duduk lantas merapikan pakaiannya. Muhammad (bin Abi Harmalah—perawi) berkata, “Aku tidak mengatakan bahwa ini terjadi pada satu hari.” Kemudian ‘Utsman pun masuk dan menceritakan (keperluannya). Setelah ‘Utsman keluar, ‘Aisyah berkata, “Abu Bakr masuk dan engkau tidak bergerak, tidak peduli dengan keadaanmu. Kemudian ‘Umar datang, engkau juga tidak bergerak dan tidak peduli dengan keadaanmu. Namun, ketika ‘Utsman masuk, engkau segera duduk dan merapikan pakaianmu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidakkah aku malu kepada seseorang yang para malaikat pun malu kepadanya?” (Sahih, HR. Muslim no. 2401)
4. Keutamaan Ali bin Abi Thalib
أَنَّ رَسُولَ اللهِ قَالَ يَوْمَ خَيْبَرَ: لَأُعْطِيَنَّ هَذِهِ الرَّايَةَ غَدًا رَجُلًا يَفْتَحُ اللهُ عَلَى يَدَيْهِ، يُحِبُّ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيُحِبُّهُ اللهُ وَرَسُولُهُ. قَالَ :فَبَاتَ النَّاسُ يَدُوكُونَ لَيْلَتَهُمْ أَيُّهُمْ يُعْطَاهَا. فَلَمَّا أَصْبَحَ غَدَوْا عَلَى رَسُولِ اللهِ وَكُلُّهُمْ يَرْجُو أَنْ يُعْطَاهَا .فَقَالَ :أَيْنَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ؟ فَقَالُوا :هُوَ يَا رَسُولَ اللهِ يَشْتَكِي عَيْنَيْه .قَالَ: فَأَرْسِلُوا إِلَيْهِ. فَأُتِيَ بِهِ فَبَصَقَ رَسُولُ اللهِ فِي عَيْنَيْهِ، وَدَعَا لَهُ فَبَرَأَ حَتَّى كَأَنْ لَمْ يَكُنْ بِهِ وَجَعٌ، فَأَعْطَاهُ الرَّايَةَ، فَقَالَ عَلِيٌّ: يَا رَسُولَ اللهِ، أُقَاتِلُهُمْ حَتَّى يَكُونُوا مِثْلَنَا، قَالَ :انْفُذْ عَلَى رِسْلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلاَمِ، وَأَخْبِرْهِمْ بِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ فِيهِ، فَوَاللهِ، لأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِدًا خَ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَم
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada hari peperangan Khaibar, “Aku akan memberi bendera perang ini kepada laki-laki yang Allah ‘azza wa jalla akan memberi kemenangan melalui tangannya. Dia mencintai Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya. Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya pun mencintainya.” Sahl berkata bahwa para sahabat bermalam dan membicarakan masalah ini. Mereka menerka-nerka, siapa di antara mereka yang akan diberi bendera tersebut. Tatkala pagi, mereka bersegera menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seluruhnya berharap untuk diberi bendera tersebut. Rasullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Di manakah Ali bin Abi Thalib?” Para sahabat menjawab, “Dia sedang sakit mata, wahai Rasulullah.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Utuslah (seorang utusan) kepadanya (untuk memanggilnya).” Datanglah dia (utusan) bersama Ali. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meludahi kedua matanya (Ali) yang sakit lantas mendoakannya. Sembuhlah (Ali) hingga seakan-akan tidak pernah sakit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi bendera itu kepadanya. Ali berkata, “Wahai Rasulullah, aku akan memerangi mereka hingga mereka menjadi seperti kita.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berangkatlah dengan hati-hati hingga engkau turun di medan pertempuran mereka. Serulah mereka agar memeluk Islam. Beritahu mereka tentang hak Allah ‘azza wa jalla apa yang diwajibkan atas mereka. Demi Allah, sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla memberi petunjuk kepada seseorang melalui perantaraanmu, lebih baik daripada memiliki unta merah.” (Sahih, HR. Muslim no. 2406)
5. Zubair bin Al awwam
Perawi berkata, aku mendengar Jabir berkata,
نَدَبَ النَّبِيُّ النَّاسَ يَوْمَ الْخَنْدَقِ فَانْتَدَبَ الزُّبَيْرُ، ثُمَّ نَدَبَهُمْ فَانْتَدَبَ الزُّبَيْرُ، ثُمَّ نَدَبَهُمْ فَانْتَدَبَ الزُّبَيْرُ ثَلَاثًا؛ فَقَالَ :لِكُلِّ نَبِيٍّ حَوَارِي؛ وَحَوَارِيَّ الزُّبَيْرُ
Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru dan memberi semangat kepada para sahabat pada hari Perang Khandaq. Az-Zubair menyambut seruan tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru lagi kepada para sahabat. Az-Zubair kembali menyambut seruan tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru lagi kepada para sahabat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap nabi mempunyai Hawari (penolong), dan hawariku adalah az-Zubair.” (Sahih, HR. Muslim no. 2414)
6. Khadijah binti khuwwalid
Aku (perawi) mendengar Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata,
أَتَى جِبْرِيلُ النَّبِيَّ، فَقَالَ :يَا رَسُولَ اللهِ، هَذِهِ خَدِيجَةُ قَدْ أَتَتْكَ مَعَهَا إِنَاءٌ فِيهِ إِدَامٌ، أَوْ طَعَامٌ أَوْ شَرَابٌ، فَإِذَا هِيَ أَتَتْكَ، فَاقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلَامَ مِنْ رَبِّهَا عَزَّ وَجَلَّ وَمِنِّيِ، وَبَشِّرْهَا بِبَيْتٍ فِي الْجَنَّةِ مِنْ قَصَبٍ لَا صَخَبَ فِيهِ وَلَا نَصَبَ
Malaikat Jibril pernah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, inilah Khadijah datang kepadamu sembari membawa tempat yang berisi lauk pauk, makanan atau minuman. Jika dia datang kepadamu, sampaikan kepadanya salam dari Rabbnya ‘azza wa jalla dan dariku. Kemudian sampaikan berita gembira untuknya tentang sebuah rumah di surga yang terbuat dari mutiara (atau emas dan permata), tanpa ada hiruk pikuk dan kepayahan di dalamnya.” (Sahih, HR. Muslim no. 2430)